Monday, 21 October 2024

#BerharapLucu, Bagian 5 (Mendadak Panggilan Alam)



Mungkin banyak dari kalian sewaktu sekolah mengalami kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan. Lebih tepatnya karena diri sendiri, salah satunya adalah pup di celana. Nda tau kenapa, waktu kecil kaya syaraf otak dengan pantat seperti masih belum terhubung dengan baik. Kita masih pingin nahan pup tapi kenapa yang bawah tiba-tiba nda bisa nahan. Ya itulah masa kecil. 

Pengalaman pup di celana terdengar sering pas SD, bukan aku ya tapi temanku. Ada beberapa kejadian memang yang aku liat sendiri, untungnya nda ngalamin. Yang paling aku inget kejadian pup di celana adalah waktu ujian pelajaran Bahasa Jawa. Waktu itu tahun 2005 kalo nda salah, aku masih kelas 3 SD. Seperti biasa murid-murid duduk di tempat masing-masing. Lalu guru pun datang, Bu Kitit namanya, sambil mempersiapkan soal ujian yang nanti dikerjain. 

Sebagai informasi, dulu waktu SD format ujiannya menggunakan kertas buram yang di dalamnya ada soal dan nanti yang sudah selesai bisa langsung dikumpulin ke gurunya, lalu bisa keluar duluan dan pulang. Jadi terasa sekali suasana tegang dan ujiannya, takut kalo yang belum selesai nda pulang-pulang padahal temennya yang lain pada pulang. Kebetulan waktu itu jam terakhir pelajaran.


Nah, uniknya waktu ujian Bahasa Jawa itu aku nda tau kenapa pulangnya harus nunggu semua keluar duluan. Jadi yang udah selesai duluan pun harus nunggu lainnya kalo mau keluar kelas. Bu Kitit waktu itu dikenal guru yang cukup serem, mental kami pun ikutan kena. Udah waktunya ujian, mata pelajarannya susah, gurunya angker pula. Hari ini akan menjadi hari yang indah.

“Oke anak-anak, kita hari ini ujian ya. Jangan gaduh dan nda boleh nyontek!” Bu Kitit sambil memberikan ultimatum murid yang ketahuan nyontek bakal kena hukuman. Kami pun makin kena mental.

“Baik bu” jawab kami kompak dengan penuh tekanan.

Kertas ujian pun kemudian dibagikan ke kami semua oleh Bu Kitit. Ujian pun dimulai.

15 menit pertama suasana masih tenang. Belum ada tanda-tanda depresi atau murid yang udah selesai. Suasana masih tenang sampai tiba-tiba aku nyium bau yang kurang sedap.

“Nggh, bau apa ya.” pikirku dalam hati. seketika sirna sudah konsentrasiku karena bau ini. Udah soal-soalnya susah, ditambah tantangan aroma ini membuat ujian kali ini luar biasa berbeda dengan yang lain. Menyerang indera penciuman dan pikiran, curang ini. Karena memang bau banget, kadang aku ngerjain sambil tahan napas lalu baru nafas. Asli memang bau banget. 

Karena makin lama aromanya makin tajam dan nda tahan, aku pun nanya ke temen sebelahku apakah dia juga mengalami , Nurdin namanya. “Eh Din, nyium bau kaya eek nda?”

“Iya eh, bau banget. kukira aku aja yang nyium. ternyata kamu juga ya” dia sambil ngendus-ngendus hidungnya memastikan bahwa aroma ini benar-benar nyata adanya. “Jangan-jangan kamu, Bram!” malah aku yang dituduh. Kampret pikirku.

“Sembarangan, kalo aku yang pup di celana, kamu pasti udah dibawa ke IGD dari tadi.”

“Iya juga ya. Terus siapa dong”  manggut-manggut dia.

Nda ada angin nda ada apa, kami yang masih liat-liatan tiba-tiba Nurdin teriak “HOOEE, SIAPA YANG KENTUT?” Kagetlah aku, desas desus yang awalnya dimulai dari bangkuku langsung dikumandangkan sekelas. Hebat sekali Nurdin ini, mentalnya seperti baja padahal masih ada guru di depan. Cocok dia kalo udah besar masuk TNI.

Tapi ternyata kayanya banyak murid yang ngerasain penderitaan yang sama. Teman-teman pada mencet hidungnya tanda mereka masih sayang dengan indera penciumannya. Suasana rebutan oksigen di dalam kelas pun makin terasa.

“Iya, eh bau pol. kaya eek”; “Kaya bau kentut tapi kok nda ilang-ilang”; “Kukira bau mulutku, ternyata bukan ya” banyak yang nyeletuk. Buyar lah ini ujian Bahasa Jawa. Ada yang keluar karena nda tahan sama baunya, ada yang justru nyari-nyari dari mana sumber baunya. Bibit-bibit detektif teman-temanku mulai muncul sejak kejadian ini. Nyari sumber bau pup.

Karena ujian makin nda kondusif, Bu Kitit pun ambil alih “Sudah sudah, tetap tenang semua. Anak-anak, siapa yang kentut atau pup di celana? Ngaku saja tidak apa-apa.” Tanya Bu Kitit di depan kelas

Pikirku mana mungkin kalo memang ada yang pup di celana ngaku di tengah ujian dan banyak saksi hidup seperti ini. Pasti kena tekanan mental lah orangnya kalo sampe ngaku. Dia masih sayang dengan masa depannya. Pasti dia bakal nahan sebisa mungkin sampai titik darah penghabisan.

Karena nda ada yang ngaku akhirnya temenku yang laki-laki muterin dari bangku ke bangku, lorong ke lorong sambil ngendus-ngendus macam anjing pelacak. Keren. Aku cuma menyayangkan ini mempertaruhkan indra penciuman yang bisa aja rusak karena aroma yang terlalu tajam dan bau. Sepertinya temen-temenku tidak terlalu memperhatikan risiko mematikan itu, yang jelas mereka pikir yang pertama menemukan sumber baunya.

Investigasi endus mengendus berlangsung kurang lebih 10 menit. Suasana ujian menjadi hilang. Prioritas sekarang adalah mencari sumber baunya, karena ini nyawa taruhannya.

Temanku yang pertama muter, Mulwi namanya, dia tiba-tiba lari ke belakang nyamperin kami kumpulan murid laki-laki kaya habis nemuin sesuatu. “Aku nemuin” kata dia. Dia terengah-engah, entah karena kehabisan oksigen karena nahan nafas dari tadi karena nda kuat baunya atau capek jalan. “Nemuin apa, Fan?” tanya kami. Dia masih belum bisa ngelanjutin kalimatnya karena masih ngos-ngosan. Karena kasihan aku kepikiran nawarin Nurdin supaya ngasih nafas buatan ke Irfan.

“Aku nemuin sumber baunya!” lanjutnya.

“Ha? yang bener. Gimana, Wi?” kami semua kaget plus penasaran.

“Iya lihat tuh.” Mulwi sambil nunjuk ke arah temenku yang masih ngerjain ujian dengan serius. Aldo namanya.

“Kenapa? Kan dia lagi ngerjain, mana mungkin.” Pembicaraan kami mengarah kalo Aldo ini pelaku pup di celana yang kami cari dari tadi.

“Lihat. Dia ngerjain sambil berdiri.” Iya sih memang, aneh juga ngerjain ujian sambil berdiri. Lazimnya sih ngerjain sambil duduk

“Sini lihat lagi” Mulwi nunjukin sesuatu kami sambil tiarap, nunjuk ke arah bangkunya Aldo tadi.

(PLUK) (PLUK) (PLUK)

Sesuatu berwarna cokelat tiba-tiba jatuh ke bawah dari celananya mengenai kaos kaki dan sepatunya. Sontak kami semua kaget. Memang posisi Aldo berdiri ini agak aneh, kakinya menyilang X, karena seingatku Aldo ini kakinya normal dan tidak cacat. Kakinya seperti nahan sesuatu supaya nda jatuh. Tidak lain dan tidak bukan dalam hal ini adalah pup.

“Terus gimana dong” kami diskusi

“Kita laporin Bu Kitit aja kali ya, biar cepet selesai.”

“Oke” kami semua pun setuju

Mulwi bergegas maju ke depan lalu membisiki Bu Kitit apa yang sedang terjadi. Kalo Nurdin tadi sambil teriak, Mulwi ini beda, adabnya masih bisa diselamatkan. 

Bu Kitit pun mendekati Aldo lalu seperti bicara berdua, kami menonton dari jauh. Tak lama kemudian Aldo pun menangis. Sepertinya karena rahasianya selama ini terbongkar. Memang sesuatu yang busuk lama-lama pasti akan ketahuan juga.

Tak selang lama, Bapak Aldo pun datang untuk menjemput. Aldo masih menangis. Kasihan. Mungkin dia memikirkan gimana hari setelah ini. Apakah nama baiknya masih bisa diselamatkan atau tidak.

Lalu bangkunya Aldo masih akan diinvestigasi dan menjadi TKP sehingga harus disterilkan untuk beberapa saat. Teman-temanku menyemprot parfum ruangan sampe habis setengah kaleng. Hebat.

Bu Kitit pun kembali ke mejanya lalu kami melanjutkan ujian dengan perasaan yang lebih tenang dan bernafas lebih lega. Kami yang berharap ujiannya ditunda karena tragedi barusan pun sirna. Mulwi hari ini namanya akan diingat karena mampu menemukan pelakunya. Tingkat popularitasnya meningkat satu strip karena berhasil memecahkan kasus pelaku eek di celana. Mungkin setelah ini ketika ada kasus pup di celana dari kelas lain, Mulwi akan dipanggil. Sedangkan Aldo, setelah ini akan harus mengembalikan nama baiknya, seolah-olah kejadian hari ini tidak pernah terjadi. Entah gimana caranya nanti.

Pesan moralnya adalah ketika kebelet pup tak tertahankan, justru jangan berdiri supaya ketika pup nya keluar tidak jatuh dan jadi bukti. Tetaplah duduk, tenang, dan hayati.


2 comments:

Popular Posts