Sunday 24 September 2023

#SeparuhRenungan, Bagian 3 (Nilai)


Sejauh mana kita pernah mengukur seberapa bernilainya kita dalam hidup?

Atau kita coba mundur dulu dari pertanyaan mendasarnya, pentingkah kita mempunyai nilai dalam hidup kita? Jangan-jangan tidak. Untuk apa?

Tapi jika kita selama ini tidak bernilai untuk apa kita hidup selama ini tapi tidak menghasilkan atau memberikan apa-apa?

Pertanyaan-pertanyaan itu sering mengganggu dan muncul tiba-tiba hingga membuat termenung sejenak. Apalagi jika sewaktu sendiri dan Ketika sedang mendengarkan orang lain secara tidak sengaja lalu kita tertohok dengan beberapa perkataan yang sebetulnya tidak ditujukan kepada kita. Pun Ketika sedang mendengarkan podcast atau membaca buku yang bertema self improvement lalu membuat kita terdiam kemudian menutup buku lalu kemudian kita mengingat sesuatu yang penting dan menulis hal-hal apa yang akan dikerjakan selanjutnya.

 

“Hal bernilai apa yang sudah dikerjakan? Hal bernilai apa yang akan dikerjakan selanjutnya?”

 

Aku pun punya to-do list yang aku kelompokkan ke dalam tiga bagian seperti jangka pendek, menengah, hingga panjang. Banyak dari daftar tersebut yang belum berjalan dan ternyata itu mengganggu. Angan-angan banyak sekali, setiap tahu sesuatu yang menurut kita baik aku menambahkan checkbox baru dalam catatan. Bukannya semakin banyak banyak yang ter-checklist tapi justru menambah checkbox yang baru. Kalau dipikir-pikir jika dilihat dari sisi ini, ternyata banyak hal yang belum aku tunaikan. Jangan-jangan memang selama ini aku kurang fokus untuk mengejar “checklist bernilai” tersebut. Pertanyaan lanjutannya, lalu kapan akan aku tunaikan?

 

Lagi-lagi karena kita hidup di dunia, setiap sesuatu akan selalu coba diukur untuk memudahkan dalam penilaian, terkuantifikasi. Atas atau bawah. Tinggi atau rendah. Gagal atau berhasil. Secara umum nilai yang dimaksud coba kita klasifikasikan menjadi kegagalan atau keberhasilan supaya jelas yang mana yang bernilai lebih tinggi dibandingkan yang lainnya.

 

Apakah nilai seseorang ditentukan dengan parameter keberhasilan dan kegagalan? Mungkin bisa iya, juga bisa tidak. Bolehkah kita memilih berada di Tengah?

Mungkin untuk mempermudah dalam menilai hal tersebut kita bisa sederhanakan tiap peristiwa dari hidup kita menjadi bagian-bagian kecil dengan masing-masing nilainya. Masing-masing bidang dengan nilainya masing-masing.

 

Sebelum kita mengenal sekolah mungkin kita belum tahu mana yang Namanya baik dan buruk. Sewaktu kita sekolah kita mulai mengenal apa itu yang dimaksud dengan nilai. Setiap mata Pelajaran, ujian, bahkan sikap pun ada nilainya. Ada nilai buruk dan nilai yang baik. Matematika punya nilainya sendiri, Biologi punya nilainya sendiri, begitu pun seterusnya setiap bidang dengan nilainya sendiri. Setiap murid berupaya mengejar nilai yang baik dalam setiap mata pelajaran dalam rangka mendapatkan ranking yang baik agar bisa naik kelas. Aku kira tidak ada yang dengan sengaja menggagalkan dirinya sendiri. Sepertinya tidak ada yang mencoba meraih kegagalan bukan? Tapi apakah mungkin kita bisa berhasil dalam setiap bidang? Itu baru pertanyaan.

 

Nah, dari situ kita coba Tarik benang merahnya. Jangan-jangan Ketika kita sudah mendapatkan nilai yang baik, kita bisa meng-upgrade diri kita sama seperti waktu kita dulu naik kelas dari jenjang satu ke jenjang selanjutnya. Jangan-jangan saat nilai kita baik, kita bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi untuk mendapatkan sesuatu yang lebih advanced, untuk mendapatkan pengalaman yang lebih lanjut, untuk menjadi lebih bernilai dibandingkan sebelumnya.

 

Bisa jadi karena kita terbawa pengaruh nilai tersebut kita jadi tahu apa itu kegagalan dan keberhasilan. Ketika nilai mata Pelajaran kita jelek artinya kegagalan, Ketika nilanya baik maka artinya keberhasilan. Mungkin yang membuat kita seperti sekarang salah satu adalah kegagalan. Kegagalan membuat kita belajar. Kegagalan membuat kita bijaksana. Kegagalan membuat kita tahu rasanya keberhasilan. Itulah bagaimana hidup bekerja. Keberhasilan tidak aka nada kalua tidak ada kegagalan

 

Tapi apakah kegagalan itu perlu? 

Jika memang tanpa kegagalan kita bisa langsung mendapatkan keberhasilan, itu keren. Karena cerita dan cara setiap orang pasti berbeda. Belum tentu cara yang sama akan bekerja pada orang yang berbeda. Pun belum tentu cara yang sama pada orang yang sama akan bekerja pada kesempatan selanjutnya. Ini bukan hanya soal 1+1=2. Cara yang benar akan bekerja secara eksponensial secara berkali-kali lipat. Cara yang salah mungkin akan menghasilkan nilai yang bahkan lebih rendah daripada 0.

 

Tapi apapun itu, kegagalan membuat diri kita semakin bernilai. Anggap saja kegagalan sebagai biaya atas kita melakukan sesuatu dan akan menjadi lebih baik lagi pada kesempatan berikutnya, bukan sebagai sebuah kerugian. Kegagalan adalah pembelajaran yang memang ada biayanya, maka kita tidak akan merasa rugi atas kegagalan tersebut. Ketika kita merasa rugi atas kegagalan yang kita dapat, kita tidak akan mencoba lagi sesuatu tersebut karena kita menganggap hanya akan merugikan. Padahal mungkin karena memang belum saatnya saja kita mendapatkan keberhasilan. Hanya caranya yang kurang tepat.

 

Salah satu cara untuk meminimalisasi terjadinya kegagalan atau sesuatu yang buruk dalam hidup kita adalah dengan mengelilingi diri kita dengan orang yang tepat. Orang yang tepat dalam sekeliling kita akan menutup kekurangan kita, blind spot yang ada dalam diri kita juga akan mencoba ditutupi oleh orang yang tepat tersebut. Orang yang tepat akan mengambil peran konstruktif dalam hidup kita, memperbaiki hidup kita lebih baik lagi. Karena nilai dalam diri kita bisa saja karena adanya pengaruh dari luar.

 

Mengelilingi diri kita dengan orang yang salah bisa menjadi sebuah kegagalan yang membutuhkan biaya yang besar untuk memperbaiki atau mengembalikannya. Jika hanya biaya material saja mungkin bisa merestorasinya lagi dengan mudah dan cepat. Cukup menggantinya dengan material lain, beres. Tapi jika soal orang yang ada di sekeliling kita secara sosial sudah melekat dalam diri kita maka akan membutuhkan waktu, upaya, dan mungkin material yang sulit terukur. Jenis biayanya pun berbeda dengan kerugian material, mungkin bisa terukur bisa juga tidak.

 

Tetap belajar. Terus belajar membuat kita semakin sedikit demi sedikit menemukan cara yang tepat untuk meraih nilai. Tanpa belajar kita akan menjalankan cara-cara yang selama ini mungkin kurang tepat atau bahkan tidak bekerja. Selanjutnya justru membuat kita malas akan meneruskan apa yang sudah dikerjakan selanjutnya. Belajar akan mengurangi persentase kegagalan yang mungkin akan terjadi di kemudian hari.

Sekolah juga begitu, ketika akan ujian pasti kita akan belajar terlebih dahulu malamnya, atau bahkan mungkin beberapa hari sebelumnya. Lebih baik kita merencanakan sesuatu dengan belajar sebelum sesuatu yang buruk terjadi. Jangan merencanakan kegagalan yang kita sudah tahu kemungkinan besar akan terjadi ketika kita tidak belajar.

Dengan belajar kita bisa mempercepat proses pencapaian nilai dan memperkaya apa yang akan kita capai nantinya. Bisa jadi ada cara baru untuk mencapai suatu hal. Belajar beberapa bidang yang mungkin akan supportif dengan tujuan kita dan membuat pencapaian yang kita tetapkan melebihi apa yang sudah ditetapkan sebelumnya. Ini juga bisa menjadi motivasi tambahan untuk milestone selanjutnya. Belajar itu bukan soal kita menghabiskan waktu, tapi soal kita menginvestasikan waktu.

“The more that we know, the more we know that we don’t”

Hal lain adalah focus dengan pertimbangan realistis waktu yang ada untuk mencapai keberhasilan yang kita inginkan. Setiap diri kita mempunyai waktu masing-masing yang mungkin sudah terjadwalkan secara rutinnya untuk mengerjakan sesuatu. Mungkin tidak harus seperti waktu kita sekolah dulu dengan selalu berupaya mengejar nilai yang baik dalam semua bidang. Oke itu bagus. Tapi apakah kita akan selamanya bisa seperti itu? Kita punya waktu, terbatas.

Sekolah saja memberikan Batasan dalam setiap bidang dan jenjangnya. Satu bidang untuk satu jenjang. Satu mata kuliah untuk satu semester. Artinya kita sewaktu sekolah diberikan waktu untuk bisa berhasil dalam mata kuliah tersebut dalam kurun waktu satu semester saja, Jika tidak, kita akan gagal dan mengulang.

Hidup kita pun juga harus begitu. Spesifikkan nilai apa yang ingin kita dapatkan keberhasilan dan dalam jangka waktu berapa lama. Jangan sampai selamanya. Tidak ada yang tahu selamanya. Buat milestone ringan dalam setiap kesempatan agar setiap progress yang coba ingin kita raih dapat terdokumentasikan dengan baik. Biasanya kita juga mendapatkan motivasi lebih ketika berhasil mencapai titik tertentu yang sudah kita tetapkan.

Kita ingin pada bidang apa kita mendapatkan nilai keberhasilan?

Orang yang baik, oke itu pilihan yang bagus. Itu terlalu umum. Semua orang ingin menjadi orang yang baik. Tapi orang yang baik dalam hal apa, dan dalam waktu berapa lama kita akan mencapai nilai orang yang baik itu. Jangan membuat rencana yang membuat diri kita sendiri bingung ketika harus memulai dan mengakhirinya.

 

Kita ingin sebernilai apa, pilihan itu ada di tangan kita masing-masing.


No comments:

Post a Comment

Popular Posts