Cerita kali ini sedikit banyak masih berkaitan dengan Bagian sebelumnya. Pelajaran ini baru benar-benar saya sadari ketika merasakan dua sisi, yakni menjadi anggota sebuah kelompok dan juga menjadi pemimpin pada sebuah kelompok. Sebenarnya sangat dimungkinkan kasus-kasus serupa pasti dirasakan oleh semua ketika berkegiatan sehari-hari. Apalagi di Indonesia sekarang sedang masa politis dan pasti banyak sekali perbedaan pendapat.
Waktu itu saya diamanahkan untuk menjadi sebuah ketua
acara dan diharuskan membuat sebuah keputusan, tentu saja saya mengumpulkan
beberapa informasi terkait keputusan yang diambil dan berpikir bahwasanya ini
merupakan keputusan yang terbaik. Tidak terpikirkan bahwa akan ada yang
membantah atau tidak setuju dengan keputusan telah saya buat, namun ternyata
saat penyampaian ada saja beberapa orang yang tidak setuju. Sebagai pengambil
keputusan sudah pasti saya harus menampung segala aspirasi yang masuk untuk
kemudian menjadi evaluasi pada pembuatan keputusan selanjutnya. Besoknya
keputusan berhasil diambil entah masih ada beberapa pihak yang belum terpuaskan
namun tidak menyuarakannya atau tidak.
Suatu waktu saya menjadi staff pada sebuah acara dan waktu itu saya mendengarkan sebuah
hasil rapat yang sudah dipertimbangkan beberapa hari sebelumnya. Saya merasa
keputusan tersebut sudah bagus dan tidak perlu adanya evaluasi. Namun masih
saja ada beberapa orang yang kurang berkenan dan meminta untuk adanya tambahan “ini dan itu” untuk membuat keputusan
lebih baik lagi. Akhirnya keputusan harus pending
untuk beberapa hari ke depan dan keesokannya keputusan harus tetap diambil karena
terbatasnya waktu maka hasil terakhir adalah yang dijalankan, meskipun jika
disampaikan ke dalam forum lagi entah masih ada yang keberatan atau tidak.
Sejak itu saya kian sadar betapa mustahilnya sebuah
keadilan jika semua orang merasa tidak terima atas keputusan yang telah dibuat
pemimpinnya kepada anggotanya, betapa bingungnya seorang pemimpin yang telah
berpikir dengan keras atas keputusan tersebut. Satu saja dari sekian banyaknya
anggota yang tidak terima atas keputusan yang dibuat akan membuat keputusan
berubah dan mungkin justru setelah keputusan tersebut diubah akan merugikan
pihak yang lainnya di kala pihak yang satu sudah merasa adil. Lalu bagaimana
caranya keputusan tersebut bisa adil?
Menurut saya, keadilan akan menjadi adil jika antara
pemimpin dan anggotanya benar-benar mempunyai maksud dan tujuan yang baik.
Pemimpin harus bermaksud untuk memberikan yang terbaik bagi kelangsungan sebuah
kelompok tanpa berniat jelek ingin mengambil untung ataupun merugikan salah
satu pihak. Anggota pun juga demikian, mereka juga harus selalu berbaik sangka
kepada pemimpinnya dan menerima segala keputusan yang dibuat karena mereka
telah memilih bersama pemimpin tersebut. Betapa beratnya seorang pemimpin yang
harus memikirkan dan mempertimbangkan segala sesuatunya agar keputusan yang
dibuat adalah keputusan yang terbaik dan sesuai bagi semuanya. Betapa beratnya
seorang anggota yang harus selalu menjaga kepercayaan terhadap pemimpinnya dan
menerima segala sesuatunya dengan sikap positif.
Akan menjadi sebuah kesalahan pula bagi seorang
pemimpin menyia-nyiakan kepercayaan yang telah diberikan untuk sesuatu yang
tidak baik. Yang benar adalah selalu berharap dan berdoa yang terbaik atas
keputusan yang akan dibuat dan memberikan kemakmuran bagi semuanya. Akan
menjadi sebuah kesalahan bagi seorang anggota jika kita berburuk sangka atas
keputusan yang telah dibuat dan berpikiran yang tidak-tidak. Yang benar adalah
kita harus mengingatkan dan membangun bersama menuju kebaikan. Gejolak pasti
ada, namun yang diperlukan adalah bagaimana kita menyikapinya dengan cara yang
baik dan justru bukan dengan memperbanyak gejolak yang ada.
Tidak ada keadilan yang mutlak dan terbilang 50% - 50%
jika persoalan tersebut menyangkut masalah sosial, karena semua hal tersebut
bersifat tak ternilai (kualitatif) dan akan sangat sulit untuk diukur, apalagi
tiap orang mempunyai preferensi dan pandangan yang berbeda-beda. Berbeda hal
jika sebuah keputusan menyangkut sesuatu yang bersifat ternilai (kuantitatif),
maka persoalan tersebut cukup dibagi sesuai dengan jumlah anggota yang ada maka
urusan tersebut akan selesai dengan adil. Bukan berarti kita sebagai anggota selalu
menerima semua keputusan dengan tangan terbuka, jika keputusan yang dibuat
sudah menyimpang, hendaknya kita bersama-sama saling mengingatkan dengan cara
yang baik. Jangan sampai mendebat sebuah keputusan hanya untuk show off atau agar menguntungkan kelompok tertentu atau
bahkan untuk memperburuk situasi.
Maka dari itu, hormatilah keputusan setiap pemimpin
begitu pun pemimpin juga harus selalu menghargai keberadaan anggotanya jangan
sampai merugikan, terlebih jika hanya menguntungkan golongan tertentu dan
merugikan golongan yang lain baik pemimpin maupun anggotanya. Keadilan bukanlah
kesemuan, kesemuan hanyalah milik orang-orang yang tidak berpendirian. Jika
kepercayaan bisa ditegakkan, keadilan akan menjadi sebuah kenyataan yang
menyenangkan. Justice is real and it’s
our responsibility, if we do things right, together we’ll make it happen !
No comments:
Post a Comment