Friday 29 March 2019

#SedikitRenungan, Bagian 10 (Mengukur Ke-Tuhanan)

https://i.imgur.com/sduLRvf.jpg

Bagian kali ini sepertinya masih sedikit berhubungan dengan Bagian 2. Pelajaran kali ini saya dapatkan dari dosen saya sewaktu bermain ke rumahnya. Beliau banyak cerita tentang kehidupan yang setelah didengarkan ada betulnya juga. Memang pengalaman orang yang lebih tua tidak bisa diremehkan. Mungkin dari segi judul, bagian ini terlihat membahas sesuatu yang terkesan mendalam, ngga saya hanya mencoba untuk meneruskan pesan dosen saya kepada teman-teman yang menurut saya patut untuk disebarluaskan.

Jadi kata beliau, orang menganggap ukuran yang disebut oleh Tuhan itu sebagai sesuatu yang bisa diukur juga oleh manusia. Sebagai contoh, Tuhan itu Maha Segalanya termasuk Maha Dekat, ibaratnya pengertian dekatnya ukuran Tuhan dengan dekatnya ukuran manusia bisa jadi berbeda, mungkin saja justru Tuhan lebih dekat dari kita melebihi kita dengan diri kita sendiri. Terkadang kita tidak berpikir ke sana dan menganggap anggapan yang kita anggap itu adalah yang paling benar padahal mungkin secara teologi hal tersebut tidak bisa dinalar oleh pikiran manusia.


Contoh lain lagi adalah jika kita memberi kepada orang lain dan Tuhan akan menjanjikan apa yang kita berikan tersebut menjadi berlipat ganda. Memang betul hal tersebut pasti dijamin oleh Tuhan, tapi untuk bentuk, waktu, dan jumlahnya kita tidak bisa perkirakan sebagaimana apa yang kita perhitungkan kepada sesama manusia. Jangan menganggap take and give yang ada pada ajaran agama disamakan dengan yang ada di dunia. Apa yang kita beri kepada orang lain belum tentu kembali dalam bentuk yang sama atau dalam jumlah sesuai apa yang kita bayangkan. Oleh karena itu kita dituntut untuk selalu mengingat Tuhan.

Terkadang kita menganggap apa yang kita lakukan di dunia ini sudah baik dan kita sudah sangat jemawa akan hal tersebut. Terkadang karena kita berpikir bahwa diri kita sudah baik, kita mulai agak berani berpikiran “maksiat dikit boleh lah ya, wong dari kemarin sudah berbuat baik”. Bukan gitu cara kerjanya hahaha. Yang bilang kita sudah baik itu siapa? Wong kita sendiri. Jangan samakan penilaian Tuhan dengan penilaian manusia, mungkin bisa sama, mungkin bisa tidak. Wong kita ini ciptaan Tuhan kok.

Saya pun pernah mengalami pada contoh yang terakhir, terkadang karena saya merasa sudah banyak sekali hal baik yang dilakukan (padahal belum tentu itu baik di mata Tuhan, hanya menurut saya), saya mulai agak longgar dan jarang-jarang berbuat baik. Tapi memang karena agama kaitannya dengan hati, jadi terkadang nurani berkata sebaliknya dan mengingatkan untuk melakukan hal yang sebagaimana mestinya dilakukan. Mungkin teman-teman juga pernah mengalami hal yang sama,

Sebenarnya banyak sekali contoh-contoh lain yang bisa dianalogikan antara ukuran Tuhan dengan ukuran manusia. Ini adalah pelajaran supaya kita selalu mengingat Tuhan untuk terus berbuat baik sesuai apa yang diajarkan pada setiap agama, baik terhadap diri sendiri ataupun kepada orang lain. Ada beberapa orang yang mungkin (maaf) tidak percaya dengan adanya Tuhan. Maksud saya, sepertinya Tuhan tidak pernah mengajari yang namanya berbuat buruk, pasti mengajarkan dan menuntun untuk selalu berbuat baik. Kasarnya, tidak ada salahnya kita percaya dengan Tuhan (bukan berarti saya tidak percaya dengan Tuhan ya, ini hanya perumpamaan). Tapi memang soal -ke-Tuhanan adalah urusan pribadi masing-masing. Jadi ya, gitu. Keep doing good, because there’s no one can guarantee that youve already done was truly a right thing, including yourself !
Sampai ketemu di post selanjutnya, semangat untuk terus berbuat baik !



NB: Bukan bermaksud mendiskreditkan kalangan, agama, atau kelompok manapun, hanya mencoba mengajak orang-orang untuk selalu berbuat baik dalam kondisi apapun. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan, bisa hubungi saya secara personal. Terima kasih.

2 comments:

Popular Posts