Bagian
kali ini sepertinya masih sedikit berhubungan dengan Bagian 2. Pelajaran kali
ini saya dapatkan dari dosen saya sewaktu bermain ke rumahnya. Beliau banyak
cerita tentang kehidupan yang setelah didengarkan ada betulnya juga. Memang
pengalaman orang yang lebih tua tidak bisa diremehkan. Mungkin dari segi judul,
bagian ini terlihat membahas sesuatu yang terkesan mendalam, ngga saya hanya mencoba
untuk meneruskan pesan dosen saya kepada teman-teman yang menurut saya patut
untuk disebarluaskan.
Jadi
kata beliau, orang menganggap ukuran yang disebut oleh Tuhan itu sebagai
sesuatu yang bisa diukur juga oleh manusia. Sebagai contoh, Tuhan itu Maha
Segalanya termasuk Maha Dekat, ibaratnya pengertian dekatnya ukuran Tuhan
dengan dekatnya ukuran manusia bisa jadi berbeda, mungkin saja justru Tuhan lebih dekat dari kita melebihi kita dengan
diri kita sendiri. Terkadang kita tidak berpikir ke sana dan menganggap
anggapan yang kita anggap itu adalah yang paling benar padahal mungkin secara teologi hal
tersebut tidak bisa dinalar oleh pikiran manusia.
Contoh
lain lagi adalah jika kita memberi kepada orang lain dan Tuhan akan menjanjikan
apa yang kita berikan tersebut menjadi berlipat ganda. Memang betul hal tersebut
pasti dijamin oleh Tuhan, tapi untuk bentuk, waktu, dan jumlahnya kita tidak
bisa perkirakan sebagaimana apa yang kita perhitungkan kepada sesama manusia. Jangan menganggap take and give yang ada pada ajaran agama disamakan dengan yang ada
di dunia. Apa yang kita beri kepada orang lain belum tentu kembali dalam
bentuk yang sama atau dalam jumlah sesuai apa yang kita bayangkan. Oleh karena
itu kita dituntut untuk selalu mengingat Tuhan.
Terkadang
kita menganggap apa yang kita lakukan di dunia ini sudah baik dan kita sudah
sangat jemawa akan hal tersebut. Terkadang karena kita berpikir bahwa diri kita
sudah baik, kita mulai agak berani berpikiran “maksiat dikit boleh lah ya, wong
dari kemarin sudah berbuat baik”. Bukan gitu
cara kerjanya hahaha. Yang bilang kita sudah baik itu siapa? Wong kita sendiri. Jangan samakan penilaian
Tuhan dengan penilaian manusia,
mungkin bisa sama, mungkin bisa tidak. Wong kita ini ciptaan Tuhan kok.
Saya
pun pernah mengalami
pada contoh yang terakhir, terkadang karena saya merasa sudah banyak sekali hal
baik yang dilakukan (padahal belum tentu itu baik di mata Tuhan, hanya menurut
saya), saya mulai agak longgar dan jarang-jarang berbuat baik. Tapi memang
karena agama kaitannya dengan hati, jadi terkadang nurani berkata sebaliknya
dan mengingatkan untuk melakukan hal yang sebagaimana mestinya dilakukan. Mungkin teman-teman
juga pernah
mengalami hal yang sama,
Sebenarnya
banyak sekali contoh-contoh lain yang bisa dianalogikan antara ukuran Tuhan
dengan ukuran manusia. Ini adalah pelajaran supaya kita selalu mengingat Tuhan untuk
terus berbuat baik sesuai apa yang diajarkan pada setiap agama, baik terhadap diri
sendiri ataupun kepada orang lain. Ada beberapa orang yang mungkin (maaf) tidak percaya
dengan adanya Tuhan. Maksud saya, sepertinya Tuhan tidak pernah mengajari yang namanya berbuat
buruk, pasti mengajarkan dan menuntun untuk selalu berbuat baik. Kasarnya,
tidak ada salahnya kita percaya dengan Tuhan (bukan berarti saya tidak percaya
dengan Tuhan ya, ini hanya perumpamaan). Tapi memang soal -ke-Tuhanan adalah urusan pribadi masing-masing. Jadi ya, gitu. Keep doing good, because there’s no one can guarantee that you’ve already done was truly
a right
thing, including
yourself
!
Sampai
ketemu di post selanjutnya, semangat
untuk terus berbuat baik !
NB: Bukan bermaksud mendiskreditkan kalangan, agama,
atau kelompok manapun, hanya mencoba mengajak orang-orang untuk selalu berbuat
baik dalam kondisi apapun. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan, bisa
hubungi saya secara personal. Terima
kasih.
Deep, such a great tipic
ReplyDeletemakasih mas semoga bermanfaat, semoga segera lulus ya mas
ReplyDelete