Oke,
cukup lama juga ada jeda 3 minggu dari post terakhir, mulai kehabisan ide
hahaha. Sekarang saya sedang nyiapin naskah juga buat post #BerharapLucu,
semoga minggu depan bisa rilis, biar ga kelamaan mangkrak hahah. Sebenernya
disini banyak spare time sih. Tapi entah kenapa keinginan nulis
ga bisa seperti biasanya.
Iya,
oke. Post kali ini akan ngebahas tentang rival. Saya kenapa tiba-tiba
kepikiran nulis ini jadi ceritanya beberapa waktu yang lalu saya ngobrol
sama temen SD dan banyak membahas tentang life crisis gitu,
makanya saya pingin nulis ini. Mungkin salah satu faktor kenapa
saya sendiri atau mungkin kalian bisa berkembang karena setiap waktu kalian nemuin
rival pada beberapa fase tertentu di lifeline kalian. Jadi rival itu
tadi yang buat kalian terpacu untuk bersaing. Karena pada dasarnya manusia
pasti punya naluri buat menjadi yang terbaik.
Saya,
entah sengaja atau ngga sengaja selalu nemuin rival dalam setiap
kesempatan, dalam kasus saya adalah pada jenjang sekolah, entah itu SD, SMP,
SMA, atau perguruan tinggi. Itulah mengapa ada atau tidaknya rival bisa menjadi
parameter kita untuk berani memilih sesuatu yang lebih jika dirasa
lingkungan yang ada menurut kita sudah terlampaui. Nha, kalau pada
lingkungan dimana
kita berada dirasa sudah tidak ada yang bisa dijadikan rival atau tidak menemukan
rival, bisa jadi kita akan stuck pada kondisi tersebut. Padahal kita bisa
berbuat lebih. Jadi semacam ada leveling-nya gitu-gitu.
Rival
dalam kasus ini tidak harus ada dalam pribadi satu orang, bisa jadi dalam satu fase
waktu ada beberapa rival. Yang satu rival dalam akademik misalnya, yang satu
rival dalam hidup bersosial, yang satu lagi rival dalam keterampilan. Jadi ada
beberapa orang rival dalam satu fase dan itu yang menjadi parameter kita. Ga
mungkin ada satu orang bisa ngelakuin semua hal dengan baik. top of
the top, ini bukan one man show. Meskipun nanti arahnya ke sana,
supaya kita bisa berbuat apa pun. Hanya
saja rival yang dimaksud di sini adalah bukan untuk dimusuhi atau dijatuhkan supaya
ga bisa berbuat apa-apa lagi, ini mah sirik namanya. Ada kok
berkompetisi tapi tidak ngejatuhin. Sesama rival ga perlu saling
tahu ataupun bisa juga saling tahu. Yang jelas keduanya sama-sama paham kalau
semua itu demi kompetisi yang baik.
Sewaktu
SD saya banyak nemuin orang-orang hebat dan keren menurut saya. Di situ ada
beberapa orang yang pinter di pelajaran, sering ikut olimpiade dan dapet
juara, “keren nih anak” pikirku waktu itu. Di sisi lain ada anak yang pinter
banget olahraga, saya juga heran tapi ada satu anak yang hampir di semua cabang
olahraga dia menonjol, “keren nih kayanya kalo bisa kaya dia” pikirku.
Di satu sisi lagi, ada yang jago banget soal pramuka (di SD dulu kalau
ada anak ikut pramuka pasti tergolong keren, apalagi pake seragamnya yang
udah ketempel banyak badge), bisa diriin tenda, bisa bikin
tandu, dll. Di situ saya kepikiran, “wah musti gimana nih, saya mana bisa”.
Perlahan tapi pasti, mulai belajar sedikit demi sedikit. Saya memang ga
bisa menjadi yang terbaik pada salah satu bidang atau semuanya bahkan, tapi
paling tidak saya bisa menguasai dengan beberapa bidang itu tadi dan menurut
saya itu yang penting, meskipun tidak sampai level mahir.
Saya
ada satu contoh, sewaktu SMA awal masih baru, ada temen saya sekelas yang waktu
itu ga bisa olahraga futsal, blas ga bisa. Terus waktu pemilihan ekstrakurikuler dia
malah milih futsal yang notabene dia ga bisa, “kok ga minder
nih orang, mana dapet tempat (latihan di tim) ntar”, pikirku waktu itu. Jadi
memang metode laihan futsal waktu itu adalah dengan langsung tanding dua tim,
bukan teori dasar lagi passing, dribbling, shooting. Jadi kemungkinan
mereka yang kurang mahir bakal kena seleksi alam. Waktu berjalan, sekelas
ada sparing futsal sama kelas lain. Tiba-tiba dia jago banget ngga taunya,
keren kataku. Dan beberapa bulan kemudian dia malah masuk tim futsal SMA
saya waktu itu, keren memang. Memang kuncinya adalah mau dan ga malu
buat belajar
Memang
yang membedakan adalah mental, jangan minder. Terutama orang-orang kita (Indonesia)
perlu dikuatkan mentalnya supaya jika melihat sesuatu yang menurutnya sudah
tertinggal jauh bukannya malah berhenti di tengah jalan, tapi dikejar. Kita
banyak menggantungkan nasib kepada pihak lain salah satunya adalah karena kita
tidak punya mental bersaing itu tadi, terima jadi, beres, udah. Setidaknya
itu dimulai dari diri kita dulu, lalu lebih lanjut ke orang-orang sekitar kita,
nanti jika orang-orang sudah mempunyai paham yang sama dan paham dengan
urgensinya sedikit-sedikit akan berubah. Ini bukan untuk Indonesia saja atau golongan tertentu,
tapi untuk semua orang dan kebaikan bersama supaya iklim yang tercipta itu baik
buat keberlangsungan ke depannya.
Yang
menjadi poin penting adalah semangatnya, semangat buat bersaing dan jadi yang
terbaik. Kedua, akan sangat disayangkan kalau membuat rivalitas hanya untuk mengejar
eksistensi, supaya bisa menonjol, usahakan ada esensi lain yang itu sifatnya
ada manfaatnya untuk orang lain. Ketiga, selalu gunakan cara-cara yang baik dalam
berkompetisi, pastikan tidak ada yang dirugikan. Rivalries are good for us, like meds. Bitter, but always
make you better.
Cukup
panjang ya, oke sampai ketemu di post selanjutnya !
kalo aku sendiri mungkin gak secara lgsg menganggap seseorang jd rival yaa, sekalipun dalam beberp wkt hal tersebut emg aku pakai
ReplyDeletebut at least, dalam realita yg bisa ditemukan dimanapun, benchmarking itu jadi sesuatu yg penting dalam menentukan arah. benchmark itu bisa jadi tujuan yang ingin kita capai atau batas bawah atas kondisi yang ingin kita capai
Yap betul.
DeleteBisa jadi gitu juga, memang preferensi tiap orang berbeda. Yang jelas ada parameter untuk mencapai sesuatu.
Terima kasih atas sharingnya 😁
sepertinya suatu saat anda bisa jadi rival saya.. haha
ReplyDeleteDengan senang hati mas haha
Deletesepertinya suatu saat anda bisa jadi rival saya.. haha
ReplyDeleteKomennya sekali aja eh. Boros betul
Deletehaha kepencet coy..
Delete