Friday 11 November 2022

#SeparuhRenungan, Bagian 2 (Hidup untuk Mati)


Sesuai judulnya, pernahkah kalian berpikir kalau kita hidup di dunia ini untuk mati?

Kita semua tahu bahwa hidup kita di dunia hanya sementara dan nantinya pasti kematian akan menjadi tujuan akhir dari kehidupan kita di dunia. Selayaknya hidup dan mati, segala sesuatu di dunia ini diciptakan berpasang-pasangan. Baik dengan buruk, cepat dengan lambat, gelap dengan terang dan sebagainya.

Ketika kita tahu bahwa kita hidup untuk mati, lalu apa selanjutnya? Apakah kita hanya merenungi saja tanpa melakukan apapun? Atau justru kita mencoba dengan sebaik mungkin menjadi versi terbaik dari diri kita dalam hal apapun tanpa menghiraukan kapan kita akan mati. Ketika menjadi “luar biasa” atau “lebih baik” adalah sebuah pilihan yang bisa diupayakan, tentunya menjadi “baik” saja bukanlah pilihan yang terbaik.

Pilihan ada di tangan kita masing-masing, Ingin jadi apa kita di dunia ? Ingin dikenal seperti apa kita di dunia? Ingin meninggalkan apa kita di dunia? Jawabannya ada di kita. Tinggal bagaimana eksekusi kita dalam mencapai keinginan tersebut. Sebisa mungkin, jangan sampai kita meninggalkan dunia tanpa berarti apa-apa. Lebih-lebih malah meninggalkan keburukan. Jangan.

Sering sekali aku berpikir, “Apakah aku sudah cukup berarti ya hidup di dunia ini? Terlepas berbagai kekuranganku, kok sepertinya masih banyak yang harus ditunaikan”. Ketika aku berhenti mencoba, di situ aku merasa “Masa kemampuanku Cuma segini saja ya”,  selalu merasa kurang dengan apa yang kuperbuat. Syukur memang perlu, tapi merasa kurang untuk bisa melakukan yang terbaik menurutku lebih penting. Sepertinya aku merasa bersalah kalau menganggur tanpa melakukan apapun.


Aku merasa masih banyak sekali menyia-nyiakan potensi, fasilitas, dan kemudahan yang ada padaku. Ketika dalam fase itu, aku merasa ada kesempatan yang hilang (opportunity lost). Seharusnya aku bisa memanfaatkan momen tersebut untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, karena mungkin momen itu tidak datang dua kali atau bahkan momen itu hanya datang padaku dan tidak pada orang lain. Aku, kamu, kita, semua seharusnya sadar akan hal itu dan memanfaatkannya sebaik mungkin.

Makanya, kita harus peka dalam memanfaatkan momen, apapun itu. Namanya momen, waktu, tidak setiap orang bisa memanfaatkannya. Banyak sekali contohnya, momen berkesempatan mendapatkan prestasi, momen suasana yang pas untuk belajar, momen kebersamaan dengan orang tersayang, dan lainnya. Mungkin sering juga dari kalian ketika sebuah momen itu datang justru memilih untuk diam atau bermalas-malasan yang membuat momen tadi hilang begitu saja. Akhirnya nanti di belakang hanya akan muncul kata “seandainya…”, “tahu begitu…”, “coba saja…”, sudah tidak ada gunanya.

Semua itu memang diberikan kepada kita karena mungkin setelah itu akan jarang atau bahkan tidak bisa terulang lagi momen serupa yang datang kepada kita. Entah karena soal waktu, sumber daya, atau lainnya. Momen itu ada karena memang itu adalah momentum kita bisa memanfaatkannya untuk mendapatkan sesuatu secara maksimal. Ketika ada kesempatan yang sama tapi momentumnya beda, mungkin hasilnya tidak semaksimal ketika momen yang datang sebelumnya.

Contoh, misalnya kita sedang berada dalam sebuah kompetisi, di satu momen tersebut kita bisa melaju dengan mulus dan mudah untuk mendapatkan prestasi. Hal itu bisa jadi karena momen nya adalah lawan sedang dalam keadaan yang tidak baik sehingga mereka tidak maksimal sedangkan kita diuntungkan sehingga hasil yang kita dapatkan lebih baik. Lain hal lagi ketika ada kompetisi yang serupa pada waktu yang berbeda, dengan upaya yang sama, bisa jadi hasil yang kita dapatkan lebih buruk, karena lawan kita kondisinya sedang baik daripada ketika kompetisi sebelumnya. Inilah kenapa kita harus selalu mengupayakan yang terbaik dalam setiap momen.

Lagi-lagi hidup dan mati ini soal waktu, lagi-lagi momen dan kesempatan ini juga soal waktu. Bagaimana kita bisa memanfaatkan “waktu sebelum mati” ini bisa memberikan kebaikan yang diharapkan. Bisa menampilkan sejauh mana kita bisa berbuat untuk mencapai sesuatu. Bukan justru bagaimana kita “menyelesaikan kehidupan” yang seolah-olah kita hanya sekedar menjalaninya saja. Kita bisa berbuat lebih kok, kita ini punya sumber daya lho. Tenaga, jejaring, material, wawasan, keterampilan dan lainnya yang dimana ketika kita bisa mengaitkannya satu sama lain akan menjadikan sesuatu. Yang mungkin pada akhirnya membuat kita ini merasa bangga terhadap diri kita sebelum kita mati nanti. Ayo, kita ini dikejar waktu sebelum mati lho.

Kalau kita punya orang-orang yang kita sayangi di sekitar kita, pergunakan waktu yang ada untuk menyayangi mereka. Entah sebelum kita mati, atau mereka yang mati. Orang tua, pasangan, saudara, tetangga, teman. Sayangi mereka semua sebelum kita tidak punya waktu.

Kalau kita punya tanggungan yang belum tertunaikan, segera tunaikan. Jangan sampai terlambat dan sudah tidak ada waktu untuk menunaikannya. Ibadah, pekerjaan, tugas, hutang. Segera selesaikan sebelum kita tidak punya waktu.

Kalau kita punya angan-angan yang belum tercapai, segera buat rencana eksekusinya dan segera eksekusi supaya bisa tercapai. Aktivitas, harta, cita-cita. Lakukan segera sebelum kita tidak punya waktu.

Kembali lagi, hidup untuk mati di dunia ini alangkah baiknya dipersiapkan dengan baik. Hidup tidak sekedar hidup. Hewan dan tanaman pun juga hidup. Kita manusia yang punya akal harus memanfaatkan sebaik mungkin karunia “akal” ini untuk memberikan yang terbaik bagi diri kita maupun orang lain. Tinggalkan sesuatu yang berguna, tinggalkan sesuatu yang berarti. Paling tidak jangan justru merugikan orang lain.

Aku jadi teringat sesuatu saat itu sedang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan rendah. Aku menikmati perjalanan sambil melihat ke kanan-kiri dan tidak sengaja melihat sebuah papan yang tertancap di pinggir jalan, di sebelahnya ada sungai jernih dengan aliran yang cukup deras. Pada papan tersebut terdapat tulisan dengan warna yang kontras dipadu dengan warna latarnya. Tulisannya berwarna hitam dengan warna papannya berwarna kuning pudar, menandakan papan tersebut sudah cukup lama terpasang di sana. Mungkin orang jarang yang menghiraukannya, karena tulisan pada papan tersebut hanya akan terlihat ketika orang berhenti atau memutar balik di persimpangan jalan tersebut. Di papan tersebut tertulis

“Banyak orang berusaha dengan keras mencoba mempersiapkan kehidupan dengan baik,

sampai-sampai mereka lupa betapa pentingnya mempersiapkan kematian.”

Saat melihat tulisan itu aku berhenti sejenak, tersenyum kecil, memperhatikan tulisan itu dan kubaca beberapa kali. Tiba-tiba pikiranku dengan cepat bergerak kembali ke masa lalu dan menyadari betapa banyak hal-hal tidak baik yang telah kukerjakan dan hal baik yang kulewatkan untuk dibawa mati nanti. Lalu aku menghela nafas, menghadapkan kepalaku ke langit sambil menutup mata berharap setelah membaca tulisan tadi aku bisa menjadi diriku dengan versi yang lebih baik lagi. Tak lama kemudian aku melanjutkan perjalananku pulang menuju rumah.

Di perjalanan aku berpikir mungkin kutipan ini sepertinya bagus untuk menjadi penutup pada tulisanku. Sedikit demi sedikit cerita tentang itu mulai kutulis dan akhirnya menjadi bagian pada tulisan kali ini. 

No comments:

Post a Comment

Popular Posts