Kita semua tahu bahwa hidup kita di
dunia hanya sementara dan nantinya pasti kematian akan menjadi tujuan akhir
dari kehidupan kita di dunia. Selayaknya hidup dan mati, segala sesuatu di
dunia ini diciptakan berpasang-pasangan. Baik dengan buruk, cepat dengan
lambat, gelap dengan terang dan sebagainya.
Ketika kita tahu bahwa kita hidup
untuk mati, lalu apa selanjutnya? Apakah kita hanya merenungi saja tanpa
melakukan apapun? Atau justru kita mencoba dengan sebaik mungkin menjadi versi
terbaik dari diri kita dalam hal apapun tanpa menghiraukan kapan kita akan
mati. Ketika menjadi “luar biasa” atau “lebih baik” adalah sebuah pilihan yang
bisa diupayakan, tentunya menjadi “baik” saja bukanlah pilihan yang terbaik.
Pilihan ada di tangan kita
masing-masing, Ingin jadi apa kita di dunia ? Ingin dikenal seperti apa kita di
dunia? Ingin meninggalkan apa kita di dunia? Jawabannya ada di kita. Tinggal
bagaimana eksekusi kita dalam mencapai keinginan tersebut. Sebisa mungkin, jangan
sampai kita meninggalkan dunia tanpa berarti apa-apa. Lebih-lebih malah
meninggalkan keburukan. Jangan.
Sering sekali aku berpikir, “Apakah aku sudah cukup berarti ya hidup di
dunia ini? Terlepas berbagai kekuranganku, kok sepertinya masih banyak yang
harus ditunaikan”. Ketika aku berhenti mencoba, di situ aku merasa “Masa kemampuanku Cuma segini saja ya”, selalu merasa kurang dengan apa yang
kuperbuat. Syukur memang perlu, tapi merasa kurang untuk bisa melakukan yang
terbaik menurutku lebih penting. Sepertinya aku merasa bersalah kalau
menganggur tanpa melakukan apapun.
Aku merasa masih banyak sekali
menyia-nyiakan potensi, fasilitas, dan kemudahan yang ada padaku. Ketika dalam
fase itu, aku merasa ada kesempatan yang hilang (opportunity lost). Seharusnya aku bisa memanfaatkan momen tersebut
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, karena mungkin momen itu tidak datang
dua kali atau bahkan momen itu hanya datang padaku dan tidak pada orang lain.
Aku, kamu, kita, semua seharusnya sadar akan hal itu dan memanfaatkannya sebaik
mungkin.
Makanya, kita harus peka dalam memanfaatkan
momen, apapun itu. Namanya momen, waktu, tidak setiap orang bisa
memanfaatkannya. Banyak sekali contohnya, momen berkesempatan mendapatkan
prestasi, momen suasana yang pas untuk belajar, momen kebersamaan dengan orang
tersayang, dan lainnya. Mungkin sering juga dari kalian ketika sebuah momen itu
datang justru memilih untuk diam atau bermalas-malasan yang membuat momen tadi
hilang begitu saja. Akhirnya nanti di belakang hanya akan muncul kata “seandainya…”, “tahu begitu…”, “coba saja…”,
sudah tidak ada gunanya.
Semua itu memang diberikan kepada
kita karena mungkin setelah itu akan jarang atau bahkan tidak bisa terulang
lagi momen serupa yang datang kepada kita. Entah karena soal waktu, sumber
daya, atau lainnya. Momen itu ada karena memang itu adalah momentum kita bisa
memanfaatkannya untuk mendapatkan sesuatu secara maksimal. Ketika ada
kesempatan yang sama tapi momentumnya beda, mungkin hasilnya tidak semaksimal
ketika momen yang datang sebelumnya.
Contoh, misalnya kita sedang berada
dalam sebuah kompetisi, di satu momen tersebut kita bisa melaju dengan mulus dan
mudah untuk mendapatkan prestasi. Hal itu bisa jadi karena momen nya adalah
lawan sedang dalam keadaan yang tidak baik sehingga mereka tidak maksimal sedangkan
kita diuntungkan sehingga hasil yang kita dapatkan lebih baik. Lain hal lagi ketika
ada kompetisi yang serupa pada waktu yang berbeda, dengan upaya yang sama, bisa
jadi hasil yang kita dapatkan lebih buruk, karena lawan kita kondisinya sedang
baik daripada ketika kompetisi sebelumnya. Inilah kenapa kita harus selalu
mengupayakan yang terbaik dalam setiap momen.
Lagi-lagi hidup dan mati ini soal
waktu, lagi-lagi momen dan kesempatan ini juga soal waktu. Bagaimana kita bisa
memanfaatkan “waktu sebelum mati” ini bisa memberikan kebaikan yang diharapkan.
Bisa menampilkan sejauh mana kita bisa berbuat untuk mencapai sesuatu. Bukan
justru bagaimana kita “menyelesaikan kehidupan” yang seolah-olah kita hanya
sekedar menjalaninya saja. Kita bisa berbuat lebih kok, kita ini punya sumber
daya lho. Tenaga, jejaring, material, wawasan, keterampilan dan lainnya yang
dimana ketika kita bisa mengaitkannya satu sama lain akan menjadikan sesuatu. Yang
mungkin pada akhirnya membuat kita ini merasa bangga terhadap diri kita sebelum
kita mati nanti. Ayo, kita ini dikejar waktu sebelum mati lho.
Kalau kita punya orang-orang yang
kita sayangi di sekitar kita, pergunakan waktu yang ada untuk menyayangi
mereka. Entah sebelum kita mati, atau mereka yang mati. Orang tua, pasangan, saudara,
tetangga, teman. Sayangi mereka semua sebelum kita tidak punya waktu.
Kalau kita punya tanggungan yang
belum tertunaikan, segera tunaikan. Jangan sampai terlambat dan sudah tidak ada
waktu untuk menunaikannya. Ibadah, pekerjaan, tugas, hutang. Segera selesaikan
sebelum kita tidak punya waktu.
Kalau kita punya angan-angan yang
belum tercapai, segera buat rencana eksekusinya dan segera eksekusi supaya bisa
tercapai. Aktivitas, harta, cita-cita. Lakukan segera sebelum kita tidak punya
waktu.
Kembali lagi, hidup untuk mati di
dunia ini alangkah baiknya dipersiapkan dengan baik. Hidup tidak sekedar hidup.
Hewan dan tanaman pun juga hidup. Kita manusia yang punya akal harus
memanfaatkan sebaik mungkin karunia “akal” ini untuk memberikan yang terbaik
bagi diri kita maupun orang lain. Tinggalkan sesuatu yang berguna, tinggalkan
sesuatu yang berarti. Paling tidak jangan justru merugikan orang lain.
Aku jadi teringat sesuatu saat itu
sedang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan rendah. Aku menikmati
perjalanan sambil melihat ke kanan-kiri dan tidak sengaja melihat sebuah papan
yang tertancap di pinggir jalan, di sebelahnya ada sungai jernih dengan aliran
yang cukup deras. Pada papan tersebut terdapat tulisan dengan warna yang
kontras dipadu dengan warna latarnya. Tulisannya berwarna hitam dengan warna
papannya berwarna kuning pudar, menandakan papan tersebut sudah cukup lama
terpasang di sana. Mungkin orang jarang yang menghiraukannya, karena tulisan
pada papan tersebut hanya akan terlihat ketika orang berhenti atau memutar
balik di persimpangan jalan tersebut. Di papan tersebut tertulis
“Banyak orang berusaha dengan keras mencoba
mempersiapkan kehidupan dengan baik,
sampai-sampai mereka lupa betapa pentingnya
mempersiapkan kematian.”
Saat melihat tulisan itu aku
berhenti sejenak, tersenyum kecil, memperhatikan tulisan itu dan kubaca
beberapa kali. Tiba-tiba pikiranku dengan cepat bergerak kembali ke masa lalu
dan menyadari betapa banyak hal-hal tidak baik yang telah kukerjakan dan hal
baik yang kulewatkan untuk dibawa mati nanti. Lalu aku menghela nafas, menghadapkan
kepalaku ke langit sambil menutup mata berharap setelah membaca tulisan tadi
aku bisa menjadi diriku dengan versi yang lebih baik lagi. Tak lama kemudian
aku melanjutkan perjalananku pulang menuju rumah.
Di perjalanan aku berpikir mungkin
kutipan ini sepertinya bagus untuk menjadi penutup pada tulisanku. Sedikit demi
sedikit cerita tentang itu mulai kutulis dan akhirnya menjadi bagian pada
tulisan kali ini.
No comments:
Post a Comment